Lean Startup

Lean Startup dan Kasus Kegagalan Fenomenal Quibi

Quibi adalah sebuah lean startup video streaming yang sangat fenomenal. Dalam waktu singkat Quibi bisa mendapatkan dana 1,75 milyar US Dollar dan merekrut salah satu senior di Silicon Valley untuk menjadi CEO-nya. Kemudian mereka pun meluncurkan produknya bahkan tanpa validasi penuh kepercayaan diri dan gagah berani. Hanya untuk menemukan enam bulan kemudian tidak terlalu banyak user yang menggunakannya dan akhirnya mereka menutup bisnisnya.

Sebuah kegagalan startup paling fenomenal sepanjang sejarah. Apa yang menyebabkan Quibi itu gagal begitu fenomenal tadi dan apa hubungannya dengan lean startup? Serta apa yang bisa kita petik sebagai pembelajaran dari kisah Quibi ini? Yuk kita temukan dalam artikel ini.

Lean Startup
Lean Startup

New TV Is the Antithesis of Lean Startup

Dibulan Maret 2020 Steve Blank menulis artikel menarik di Harvard Business Review berjudul “New TV Is the Antithesis of Lean Startup. Can It Work?” Di artikel itu Steve Blank mengulas perusahaan startup baru bernama Quibi yang awalnya bernama new TV. Pada waktu itu model operasinya dijalankan dengan sangat berbeda dari apa yang selama ini Steve ajarkan dalam lean startup yaitu sebuah konsep membangun bisnis yang ia kembangkan bersama Eric Ries di tahun 2008.

Kalau dalam lean startup Steve itu mengajarkan bahwa kita harus memulai bisnis dengan melakukan banyak sekali eksperimentasi secara cepat dan murah supaya kita bisa belajar dari kesalahan-kesalahan awal. Kemudian melakukan berbagai tracing dan pivot sampai akhirnya kita menemukan produk market fit. Baru disaat itu kita boleh investasi besar-besaran untuk mengembangkan produk yang memang sudah tervalidasi itu.

Quibi adalah antithesis dari peningkatan lean startup itu. Quibi adalah singkatan dari quick bites. Sebuah aplikasi mobile streaming video berdurasi 10 menit per videonya dan Quibi adalah taruhan hampir 2 miliar US Dollar berdasarkan serangkaian hipotesis.

Hipotesis itu adalah :

  1. Konsumen memang ingin menonton hiburan berdurasi pendek di handphonenya
  2. Pihak ketiga akan bisa menghasilkan sesuatu yang akan diminati oleh pelanggan. Pihak ketiga itu akan bisa menghasilkan sesuatu yang memang akan diminati oleh pelanggan yang jadi sasaran quibi yaitu para milenial yang suka menonton video di sela-sela aktivitasnya yang dinamis.
  3. Mitra Perusahaan Quibi yaitu Telco bersedia untuk mendistribusikan konten Quibi. Namun ternyata Quibi sama sekali tidak berencana untuk menguji hipotesa tadi.
Baca Juga :  Microsoft Mesh, bukan Meta, Siapakah Yang Akan Menguasai Metaverse?
Lean Startup
Lean Startup

Perjalanan Lean Startup Quibi

Dengan kurang dari 10 karyawan dan hampir 2 miliar US Dollar di bank, mereka berencana untuk langsung meluncurkan Quibi secara besar-besaran dengan gagah berani. Nah yang menarik adalah Steve Blank menyebutkan dalam blog pribadinya di medium.com bahwa cara yang dilakukan Quibi bisa saja berhasil. Dia bahkan menyebutkan beberapa alasan logis Kenapa Quibi bisa berhasil.

Bahkan Steve merevisi beberapa prinsip dari lean startup untuk mengakomodir pendekatan Quibi ini. Dan kini beberapa lama setelah artikel itu diterbitkan kita semua tahu ya bahwa ternyata Quibi justru gagal besar-besaran. Nah, bagimana ceritanya dan kok bisa gagal? Terus apa pelajarannya untuk kita?

Lean Startup
Lean Startup

Penyebab Quibi Gagal dan Hubungannya Dengan Lean Startup

Kita mulai ceritanya. Cerita ini sebenarnya dimulai 20 tahun yang lalu, ide tentang lean startup dibangun diatas puing-puing kehancuran .com di tahun 2000. Setelah pecahnya .com ,bubble perusahaan modal ventura menjadi langka atau bahkan tidak ada lagi. Angel investor pun juga ikut menghilang. Visi yang masih beroperasi tidak lagi menuntut startup untuk bertumbuh secara cepat dengan membakar uang, mereka justru minta startup itu untuk lebih berhati-hati.

Nah dengan adanya perubahan itu, startup jadi membutuhkan metodologi baru untuk bisa mengamankan modal mereka dan berusaha bertahan sampai akhirnya bisa menghasilkan pendapatan dan keuntungan. Dan untuk melakukan itu mereka perlu sebuah metode yang berbeda dari sekedar “membangun produknya, maka mereka akan datang.”

Mereka perlu memastikan bahwa apa yang mereka bangun adalah apa yang memang benar-benar diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan. Dan jika ternyata tebakan mereka di awal ternyata salah, mereka perlu proses yang memungkinkan mereka untuk berubah di awal proses pengembangan produk ketika memang biayanya masih kecil yang sekarang seringkali disebut dengan pivot.

Baca Juga :  Rahasia Lamda, AI Google Chatbot Sadar dan Punya Perasaan?
Lean Startup
Lean Startup

Setiap startup itu memang selalu berpacu dengan waktu, mereka harus menemukan produk market fit sebelum kehabisan uang modalnya. Sekarang fast forward ke beberapa tahun belakangan ini, kisah tentang visi yang hemat dan pasar modal yang ketat seperti yang saya ceritakan sebelumnya ternyata sudah memudar sekarang. Semuanya sekarang berlomba-lomba untuk mencari Tesla, Uber, Airbnb dan Alibaba berikutnya. Yang penting bagi mereka sekarang adalah mendorong valuasi startup ke wilayah unicorn senilai satu miliar US Dollar atau lebih.

Melalui pertumbuhan yang cepat yang biasanya diukur berdasarkan jumlah pengguna, pendapatan, atau tingkat engagement tapi hampir tidak pernah diukur berdasarkan keuntungan. Bahkan banyak dari startup ini yang minus di aspek ini. Perusahaan visi dan para founder yang sebelumnya harus menunggu sampai mereka menjual perusahaannya atau melakukan IPO untuk bisa mendapatklan uang, sekarang sudah tidak harus menunggu lagi. Kenapa? karena sekarang itu mereka bisa menjual sebagian dari investasi mereka saat mencari pemodal di putaran berikutnya.

Jika perusahaan itu go public maka nilai valuasinya itu setidaknya 10x dari sebelumnya. Dalam konteks ini masuklah Jeff Katzenberg yang mendirikan Quibi. Jeff ini special, dia punya rekam jejak yang sanagt bagus. Dia adalah kepala studio di Paramount, dia ketua Disney Studio, dia salah satu pendiri DreamWorks. Dan atas dasar deretan prestasi dan nama baiknya itulah kemudian dia berhasil mengumpulkan dana sejumlah 1,75 milyar US Dollar dari para investor kakap dan perusahaan-perusahaan media besar dunia untuk meluncurkan Quibi.

Jeff juga bisa menarik para aktor, aktris, sutradara termahal hollywod seperti Steven Spielberg untuk membuat konten di layanan streamingnya itu. Dan di atas semua itu Jeff mempekerjakan Meg Whitman mantan CEO HP dan Ebay sebagai CEO dari Quibi. Mereka yakin bahwa konsumen menginginkan layanan berlangganan untuk hiburan dalam bentuk pendek yang digunakan di handphone daripada menonton film berdurasi penuh. Nah apa yang terjadi kemudian? kita sudah tahu ya Quibi ini berhenti beroperasi hanya enam bulan semenjak peluncurannya.

Baca Juga :  TESLA BOT dan Masa Depan Pekerjaan Manusia
Lean Startup
Lean Startup

Penyebab kegagalan Quibi

Menurut lembaga bisnis intelijen Sensor Tower, Quibi hanya berhasil mendapatkan 910.000 user baru selama pandemi dan hanya 72.000 atau 8% nya saja yang memutuskan untuk beralih ke paket berbayar. Bandingkan saja dengan Disney+ yang berhasil mendapatkan satu juta user berbayar hanya dalam waktu tiga hari saja. Lalu dimana letak kesalahan Quibi?

Kalau menurut Jeff alasannya dia adalah karena pandemi, pandemi itu memaksa orang untuk berada di rumah dan mengurangi bepergian dan itu yang menyebabkan layanan streaming mobile di handphone dengan video pendek menjadi tidak relevan lagi disaat pandemi. Itu alasannya Jeff, tapi apa memang itu satu-satunya alasan? jangan-jangan kegagalanku Quibi itu lebih disebabkan kesalahan mereka dalam menebak minat dan perilaku pelanggan yang sesungguhnya.

Atau bisa jadi karena mereka terlalu mengabaikan kekuatan pesaing seperti YouTube dalam memberikan nilai yang sama seperti ditawarkan Quibi tapi bisa diberikan secara gratis. Atau mungkin karena prestasi hebat ternama besar Jeff dan Meg telah membutakan mata investor sehingga mereka dengan pedenya meluncurkan Quibi tanpa terlebih dahulu melakukan validasi produk dan pasar.

Lean Startup
Lean Startup

Kesimpulan

Terlepas dari apapun alasannya ada tiga lesson’s learn yang bisa kita ambil agar kita nanti tidak bernasib sama dengan Quibi :

  1. Prestasi masa lalu dan nama baik ternyata tidak menjamin keberhasilan bisnis saat ini apalagi di masa yang akan datang.
  2. Sekarang ini kita itu tidak bisa menebak gerak arah pasar atau maunya pelanggan.
  3. Walaupun anda adalah jawara industri yang punya uang tidak terbatas sebaiknya tetap rendah hati dan bangun bisnis anda dengan skeptisme tapi tetep optimis.

Tetaplah bergerak maju dengan secepat mungkin tapi jangan terlalu pede. Lakukan eksperimentasi terus-menerus, lakukan validasi atau setiap hipotesa anda, dan baru anda bisa berlari dengan cara invest banyak ketika sudah ada bukti bahwa di trek itulah bisnis anda benar-benar diminati oleh pelanggan dan bisa bertumbuh. Ternyata lean startup belum mati ya. Kasus Quibi ini justru jadi semakin buktikan keabsahannya.

Semoga artikel ini bermanfaat ya!