Giant Hypermarket

Strategi Dibalik Penutupan Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Matahari Departement Store menutup puluhan gerainya bertubi-tubi dalam beberapa tahun belakangan ini. Giant Hypermarket seolah tidak mau kalah bahkan memutuskan untuk menutup semua gerainya di bulan Juli 2021. Apa yang terjadi dan mau kemana mereka? Melalui artikel ini saya mengajak anda untuk menginvestigasi logika di balik keputusan tersebut kemudian dengan bantuan sepasang tikus dan dua manusia mini. Saya menantang anda untuk mengambil posisi CEO dari kedua perusahaan ritel tersebut. Nah dari posisi itu silahkan anda tentukan strategi apa sekiranya yang bisa membuat keduanya bisa kembali menjadi jawara ritel di Indonesia. Yuk kita simak di artikel berikut!

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket

Kebangkitan Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Jaringan supermarket Giant berasal dari negeri Jiran Malaysia. Giant Hypermarket pertama kali berdiri pada tahun 1944, pendirinya adalah Teng Meng Chun. Dan setelah sukses di negeri Jiran, Giant mulai berekspansi ke luar negeri. Di Indonesia Giant menggandeng mitra lokal yaitu pengusaha nasional MS Kurnia yang memiliki PT Hero Supermarket Tbk. Hero Supermarket membuka gerai Giant Hypermarket pertama di Villa Melati Tangerang pada tahun 2002 dan pada tahun-tahun awalnya di Indonesia Giant Hypermarket menjadi andalan Hero untuk menggenjot pendapatan sekaligus menyaingi Carrefour yang cukup mendominasi pasar ritel modern pada saat itu.

Di masa kejayaannya Hero Supermarket memiliki hingga 100 gerai Giant di berbagai kota di Indonesia dengan jumlah karyawan mencapai 14.000 orang. Sementara Matahari Departement Store memiliki sejarah panjang di dalam dunia ritel di Indonesia. Pada tahun 1958 di usianya yang ke-18 tahun, Hari Darmawan membuka toko fashion anak-anak di daerah Pasar Baru Jakarta. Toko yang kemudian diberi nama Matahari itu kemudian berkembang menjadi Departemen Store modern pertama di Indonesia pada tahun 1972.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Matahari Department Store pun terus bertumbuh hingga memiliki 169 gerai di tahun 2019 yang tersebar di 76 kota di seluruh Indonesia. Luasnya hampir satu juta m2 secara total. Matahari mempekerjakan lebih dari 40 ribu karyawan dan bermitra dengan sekitar 700 pemasok lokal dan internasional. Namun kemudian angin perubahan mulai berhembus kencang, pelanggan mulai berhenti mendatangi gerai-gerai Giant Hypermarket. Akibatnya pada 2015 Hero Supermarket mengumumkan penutupan 75 gerai Giant di berbagai daerah.

Kemudian di 2018 penutupan gerai Giant Hypermarket yang kembali dilakukan hingga jumlahnya menciut menjadi 142 gerai. Pada juli 2019 Giant kembali menutup sejumlah gerai dan pada tahun 2020 perusahaan berkode emiten Hero itu melaporkan penurunan pendapatan dari 12,2 triliun pada tahun 2011 menjadi 8,9 triliun di tahun 2020. Hero juga melaporkan kerugian sebesar 1,2 triliun. Angka kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugian tahun sebelumnya yaitu 33,2 miliar saja.

Pada tanggal 25 Juni 2012 satu Direktur Utama PT Hero Supermarket Patrik Lindvall mengumumkan akan menutup semua gerai Giant di bulan Juli 2021. Sementara Matahari Department Store ternyata mendapatkan dirinya pada posisi yang sama. Matahari pun mulai menutup sebagian gerainya walaupun disaat yang sama juga membuka gerai-gerai baru di lokasi yang dinilai memiliki potensi penjualan yang baik.

Hadirnya pandemi Covid-19 semakin memukul kinerja bisnis Matahari. Di tahun 2020 lalu Matahari Department Store menutup 25 gerai dan menambah 3 gerai baru.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Jadi totalnya menjadi 147 gerai. Pada kuartal pertama tahun 2021 ini Matahari Department Store mengumumkan ada 23 gerai dalam pemantauan. Yang mana 13 diantaranya akan ditutup. Emiten ritel milik grup Lippo ini mencatatkan rugi bersih sebesar 823 miliar sepanjang tahun 2020. Kondisi ini berbalik dari tahun 2019 ketika Matahari masih mencetak laba bersih 1,34 triliun. Di kuartal satu tahun 2021 ini, pendapatan matahari anjlok 25% dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp 1,16 Triliun. Sementara rugi bersihnya meningkat 1,49% menjadi Rp 95 miliar.

Kita berhenti dulu sejenak ya. Kalau seandainya anda adalah CEO yang bertanggung jawab atas nasib Giant Hypermarket dan Matahari Department Store bagaimana anda akan bereaksi atas situasi ini. Apa yang seharusnya anda lakukan?

Baca Juga :  Strategi dan Inovasi Franchise MIXUE Kuasai Pasar Es Krim Dunia

Nah untuk membantu Anda menjawab pertanyaan itu saya akan ceritakan sebuah fabel menarik yang ditulis oleh Dr Spencer Johnson dalam bukunya Who Moved My Cheese.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Analogi Who Moved My Cheese Dalam Dunia Bisnis

Diceritakan ada sepasang tikus bernama Sniff dan Scurry dan juga dua manusia mini bernama Hem dan Haw. Semuanya berada dalam sebuah labirin dalam rangka mencari keju. Sniff dan Scurry yang namanya juga tikus ya asal saja geraknya, tidap pakai mikir pokoknya cepat muter-muter labirin mencari keju. Sementara Hem dan Haw namanya juga manusia penuh pertimbangan dan pakai perencanaan dan beragam pengukuran. Dan ketika mereka tidak berhasil dapatkan keju mereka kecewa dan frustasi. Sebelum kemudian dia akan mencoba lagi. Nah pada akhirnya baik Sniff dan Scurry maupun Hem dan Haw mendapatkan keju besar yang mereka cari di sebuah pojok labirin bernama Stasiun C.

Merekapun bersukacita dan mereka bahagia karena mereka yakin bahwa akan selalu ada keju di pagi hari yang mereka bisa nikmati. Mereka tidak sadar bahwa keju yang mereka makan itu kan semakin lama semakin berkurang. Hingga kemudian hari mereka menyadari bahwa keju yang mereka cintai itu sudah nggak ada lagi. Sniff dan Scurry yang namanya juga tikus yang tidak pakai mikir panjang langsung bergerak muter-muter lagi cari keju baru untuk dimakan. Sementara Hem dan Haw merespon keadaan itu secara berbeda.

Mereka menilai bahwa keju di Stasiun C Itu adalah buah dari kerja keras mereka selama ini. Maka mereka tidak terima kalau keju itu hilang begitu saja. Hem dan Haw pun setiap hari masih terus mendatangi Stasiun C, berharap menemukan keju lagi di sana. Mengais-ngais pojok stasiun bahkan berupaya mendobrak dinding labirin. Sebenarnya baik Hem ataupun Haw menyadari bahwa kemungkinan besar ada keju lain yang tersebar di labirin. Hanya mereka tidak tahu ada di mana dan pemikiran bahwa mereka harus mulai dari awal lagi dengan segala resiko dan kesulitannya membuat mereka enggan untuk meninggalkan Stasiun C.

Untungnya Haw mulai dapat menerima kenyataan bahwa keju di Stasiun C memang sudah menghilang dan tidak akan kembali lagi. Haw kemudian memberanikan diri untu mengeksplorasi lorong-lorong labirin yang belum pernah ia lewati sebelumnya. Dan semakin jauh ia berjalan semakin ia menemukan petunjuk dimana keju berikutnya berada. Dan akhirnya setelah perjalanan panjang dan berliku Haw pun menemukan gudang keju yang lebih besar disudut labirin bernama Stasiun N.

Oh ya apa yang terjadi pada Sniff dan Scurry? Ternyata jauh hari sebelumnya mereka sudah lebih dulu sampai ke Stasiun N dan menikmati keju di sana. Setelah mendengar kisah sepasang tikus dan manusia mini itu apa yang anda akan lakukan sebagai CEO dari Giant Hypermarket atau Matahari Department Store? Tentu saja tidak menjadi Hem ya yang tidak bisa move on. Anda harus jadi Haw maka pertama-tama anda harus menerima kenyataan pahit bahwa industri ritel sudah berubah. Penerimaan itu akan membawa anda pada pemahaman yang lebih mendalam atas apa yang tengah terjadi.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Perubahan Di Industri Retail

Sebenarnya angin perubahan itu terjadi jauh hari sebelum Pandemi. Steve Dennis dalam bukunya berjudul Remarkable Retail menyebutkan bagaimana layanan e-commerce yang semakin nyaman dan aman mulai jadi pilihan masyarakat. Dan disaat yang sama proses produksi menjadi lebih mudah. Siapapun bisa memproduksi apapun, kapanpun dan dijual dimana saja. Masyarakat pun memiliki beragam pilihan produk yang melimpah yang mereka bisa akses dan beli dengan sangat mudah dimanapun dan juga kapanpun.

Brand yang dulu bisa mendikte bagaimana pelanggan membeli, menggunakan, dan merekomendasikan produknya kini kehilangan kekuatan itu. Pelanggan menjadi sangat perkasa saat ini. Nasib brand berada di ujung jari pelanggan yang setiap waktu bisa menekan tombol kebangkrutan brand dilayar HP mereka. Dalam situasi seperti ini para retailer yang biasa-biasa saja dan lambat beradaptasi terhadap perubahan minat dan kebiasaan pelanggan akan terlibas habis.

Kondisi tersebut tentu saja diperparah oleh pandemi Covid-19. Pandemi telah mengakselerasi perubahan perilaku masyarakat radikal dan massive. Pengamat retail sekaligus staf ahli himpunan peritel dan penyewa pusat perbelanjaan Indonesia Hippindo Yongky Susilo mencatat bahwa format Hypermarket telah menderita pertumbuhan negatif dalam tujuh tahun terakhir. Format big box sudah dua dekade tidak berevolusi, isinya hanya perang harga saja.

Baca Juga :  Facebook Metaverse: Peluang atau Ancaman?

Diluar penjualan produk grocery, pengelola kurang pandai untuk membuat pengalaman belanja menjadi lebih menarik. Direktur Utama PT Hero Supermarket Tbk Patrik Lindvall punya pandangan yang berbeda. Kata dia sebenarnya manajemen telah melakukan sejumlah upaya untuk mempertahankan Giant Hypermarket lewat perbaikan gerai dan peningkatan kualitas produk agar dapat menggaet pelanggan.

Tapi tren perubahan perilaku konsumen itu bertahan dan semakin cepat pada masa pandemi ini. Perubahan perilaku yang dimaksud Patrik itu adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih berbelanja di gerai yang lebih kecil dan lebih dekat dari tempat tinggal mereka. Dibandingkan kalau mereka harus mendatangi Hypermarket yang cenderung lebih jauh. Selain itu perkembangan teknologi juga semakin mengubah perilaku masyarakat yang sudah semakin terbiasa dengan belanja online.

Pandangan Patrik itu selaras dengan temuan DX Trends Global Retail industry 2021 yang menyebutkan bahwa retailer semakin bergerak ke arah online. Lebih dari sepertiga atau 34% retailer kini menjual mayoritas produk dan layanan mereka secara online. Sementara hampir dua pertiga percaya bahwa penjualan offline dan online akan semakin menyatu. McKinsey melaporkan bahwa jumlah pelanggan yang mencoba gaya belanja omni channel yaitu beli secara online dan ambil barang di toko itu meningkat 28%.

Sementara belanja kebutuhan sehari-hari secara online yang diantar ke rumah naik 57%. Sebanyak 56% pelanggan berencana untuk meneruskan gaya belanja seperti itu bahkan setelah pandemi berakhir. Di Indonesia pergerakan gaya belanja ke arah online juga terlihat. Data kuartal pertama 2021 satu Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) menyebutkan bahwa penjualan online dari industri ritel mengalami peningkatan hingga 15%. Walaupun hanya memberikan kontribusi kurang dari delapan persen atas total penjualan ritel di Indonesia.

Sama seperti trend yang terlihat di Hypermarket, pelanggan department store juga cenderung memilih gerai-gerai kecil yang dekat dengan rumah mereka. Riset dari McKinsey menyebutkan di bulan April 2021 hanya sepertiga dari pelanggan di Amerika yang ingin kembali belanja di shoping mall. Hal ini tentu saja memaksa para pelaku ritel untuk berinovasi secara radikal.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Strategi PT Hero Supermarket – Giant Hypermarket

Perubahan perilaku konsumen yang terjadi mendorong PT Hero Supermarket untuk menutup semua gerai Giant Hypermarket di bulan Juli tahun 2021 ini. Penutupan gerai supermarket seperti Giant sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa peretail besar lain seperti Walmart di Amerika Serikat, Carrefour yang asal Perancis, Tesco yang asal Inggris itu sudah lebih dulu menjauh dari bisnis Hypermarket. PT Hero supermarket memutuskan untuk fokus pada gerai-gerai supermarket yang lebih kecil serta menambah gerai-gerai baru pada sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi.

Strategi untuk mengubah Giant sebagai Hypermarket menjadi gerai-gerai supermarket kecil itu ternyata sangat beralasan. Soon Lee analis pasar Emporio Analytics mengatakan disaat aktifitas ekonomi shutdown akibat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini bisnis minimarket dan supermarket mandiri skala lokal tumbuh pesat dan menjamur di berbagai kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Mereka itu bersaing dengan minimarket branded jaringan nasional yang sudah dikenal dan mempunyai pelanggan loyal seperti Indomaret, Alfamart dan Alfamidi. Terkait dengan penambahan gerai baru PT Hero Supermarket meyakini sektor yang berpotensi itu adalah sektor peralatan rumah tangga, kesehatan dan kecantikan serta keperluan sehari-hari untuk kelas atas.

Maka PT Hero supermarket kini memfokuskan bisnis mereka ke merk IKEA, Guardian dan Hero Supermarket setelah semua gerai Giant Hypermarket ditutup. Manajemen akan mengubah lima gerai Giant Hypermarket menjadi IKEA dan mempertimbangkan untuk mengubah sejumlah gerai Giant Hypermarket yang lainnya menjadi gerai Hero Supermarket.

Hero menargetkan akan menggandakan empat kali lipat jumlah gerai IKEA dan membuka hingga 100 gerai Guardian baru hingga akhir 2022 nanti. Pilihan PT Hero Supermarket untuk fokus menyasar pada pasar kelas menengah atas dan atas itu sejalan dengan munculnya trend bifurcation pada pasar semasa pandemi. Dimana pasar terbelah menjadi dua yaitu pasar kelas bawah dan pasar kelas atas. Sementara pasar kelas menengah itu semakin mengecil.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Kajian dari Delloite menemukan bahwa selama pandemi, keberhasilan bisnis ritel seringkali ditemukan pada pasar di kedua ujung spektrum ini. Baik di pasar kelas bawah yaitu mass-market atau di pasar kelas atas yang premium.

Baca Juga :  Pengertian Artificial Intelligence: Definisi, Sejarah, Manfaat dan Jenis-Jenisnya
Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Strategi Matahari Department Store

Menyadari pergeseran perilaku belanja konsumen, manajemen Matahari yang menghubungkan bahwa perusahaan akan menseriusi kanal penjualan online. Khususnya dengan menerapkan strategi omni channel. Mataharimall.com yang sebelumnya merupakan sebuah bisnis marketplace ditransformasi menjadi matahari.com yang berperan sebagai kanal penjualan online dari semua produk-produk Matahari Department Store. Matahari juga meluncurkan layanan online Chat & Shop serta Hypermart online.

Manajemen Matahari Department Store meyakini bahwa setelah pandemi berakhir nanti strategi ritel yang mengkombinasikan kan online dan offline itu akan tetap menjadi pilihan masyarakat. Selain mengembangkan kanal penjualan onlinenya sendiri, Matahari juga menjalin kerjasama penjualan online dengan Grab Mart, Tokopedia dan JD.ID. Pada bulan November 2021 Matahari membeli 728 juta lembar saham Bank Nobu senilai 549 miliar.

Aksi itu diakui oleh manajemen sebagai bagian dari keseriusan Matahari dalam mengembangkan pengalaman belanja omni channel yang lengkap untuk pelanggannya. Selain memberikan layanan pembayaran digital, Matahari juga dapat memberikan layanan pinjaman baik untuk pelanggan maupun untuk mitranya. Nah dengan begitu akan menambah sumber pemasukan perusahaan diluar penjualan produk-produk fashionnya.

Peluang Keberhasilan Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Saat ini tidak ada yang bisa memastikan apakah PT Hero Supermarket dan Matahari Department Store sudah mengambil langkah yang tepat. Namun ada beberapa kisah sukses yang mungkin bisa jadi penyemangat mereka saat mengeksplorasi lorong-lorong labirinnya. Di Indonesia sudah cukup banyak toko ritel offline yang berhasil going online. Diantaranya adalah Freshmart. CEO Freshmart Andy Sumual menjelaskan bahwa ditengah pandemi toko online dapat menjadi strategi untuk bisa bertahan.

Freshmart tidak hanya bekerjasama dengan e-commerce seperti Sophee dan Tokopedia namun juga berjualan di WhatsApp chat. Karena dianggap bisa lebih cepat layanannya dan dapat diantar menggunakan gojek ataupun grab. Terkait strategi memperbanyak gerai-gerai kecil sepertinya data pertumbuhan Alfamart dan Indomaret di tahun 2020 ini menambah kepercayaan diri Giant Hypermarket maupun Matahari Department Store. Kenapa? karena Alfamart itu menambah 1004 gerai sepanjang 2020. Sementara Indomaret tercatat menambah 614 Gerai sepanjang 2020.

Kedua retailer itu meyakini bahwa peluang ekspansi masih besar. Selain lokasinya yang dekat dengan masyarakat, minimarket dan supermarket lokal itu biasanya lebih adaptif. Mereka sigap membaca data penjualan setiap hari kemudian mengantisipasi dengan beragam program marketing yang cepat dan tepat. Departemen Store yang dinilai cukup berhasil beradaptasi dengan pergeseran perilaku konsumen adalah Nordstrom di Amerika dan Anthropologie di Inggris.

Nordstorm tidak hanya serius berinvestasi di kemampuan onlinenya namun juga mengurangi jumlah gerainya secara signifikan di saat yang sama mengubah formatnya menjadi gerai-gerai kecil yang tersebar di dekat area area perumahan. Gerai-gerai kecil tersebut tidak berfungsi seperti Department Store biasanya, melainkan hanya sebagai showroom produk dan Service Hub dimana pelanggan bisa mencoba pakaian untuk kemudian dibeli secara online. Pelanggan juga bisa mendapatkan layanan Styling
dan permak pakaian di sana. Sementara banyak Departemen Store lain di Amerika seperti JCPenny, J.Crew dan Pier 1 mengajukan kebangkrutan.

Nilai penjualan bersih per m2 dari gerai-gerai Nordstorm meningkat signifikan dan nilai saham Nordstorm ikut terdongkrak dua kali lipat dari posisi terendahnya. Anthropologie di Inggris bahkan tahun ini Berencana untuk melipatgandakan jumlah gerainya.

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Ikuti Pelanggan Anda

Sama seperti semua perusahaan yang tengah berjuang di tengah pandemi. Masa depan PT Hero Supermarket dan Matahari Department Store masih menjadi misteri. Namun demikian kita perlu memberi apresiasi pada kedua perusahaan ini karena mereka memilih menjadi Haw bukan menjadi Hem. Kenapa saya katakan itu? Karena banyak sekali perusahaan yang saat ini masih menolak untuk move on. Seperti Hem yang tidak bisa menerima kenyataan, mereka masih saja terus mengais-ngais sumurnya yang sudah kering. Berharap menemukan keajaiban di sana.

Ada adagium dalam bisnis yang harus kita ikuti apalagi ditengah situasi yang nggak menentu seperti sekarang yaitu

‘Follow Your Customer’

‘ikuti pelanggan Anda ‘

Giant Hypermarket
Giant Hypermarket dan Matahari Department Store

Penutup

Seperti yang saya sudah saya sebut di awal artikel ini pelanggan anda adalah bisnis anda. Maka ketika pelanggan anda bergerak, bisnis anda pun harus ikut bergerak mengikuti. Ingat ya bahwa pelanggan itu semakin perkasa sekarang. Jangan berharap mereka yang akan mengikuti anda, andalah yang harus mengikuti mereka. Bagaimana menurut teman-teman semua apakah Giant Hypermarket dan Matahari sudah menerapkan strategi yang tepat? Dan jika anda CEO dari Giant Hypermarket atau Matahari apa yang anda akan melakukan berbeda?

Kalau Hem dan Haw itu mewakili perusahaan besar, kira-kira Sniff dan Scurry itu mewakili siapa ya?:)

Semoga artikel bermanfaat ya!