Daftar Isi
Belakangan ini Franchise Mixue lagi jadi perbincangan. Gerainya tumbuh di mana-mana layaknya jamur di musim hujan. Wajar kalau muncul kelakar kalau ada tempat yang kosong nggak lama lagi pasti itu akan jadi gerai Mixue.
Ya begitulah, dan selain gerainya menjamur di mana-mana pembelinya juga bejibun. Mereka rela antri berderet panjang demi segelas es krim. Apa sih sebenarnya yang sedang terjadi? Dan apa yang membuat Franchise Mixue bisa berkembang dengan cepat? Apakah ini hanya sebuah tren sesaat dan bagaimana peluang masa depan Mixue? Yuk kita cari tahu di artikel ini.
Awal Bisnis Franchise Mixue
Kisah Mixue berawal dari Zhang Hongchao, pegawai paruh waktu di sebuah tempat penjualan es serut di provinsi Henan Tiongkok. Setelah beberapa lama bekerja di situ sambil merampungkan studinya, Hongchao mulai merintis bisnisnya sendiri. Modalnya sekitar 4000 Yuan atau setara 8 juta rupiah, yang dia peroleh dari neneknya. Tahun 1997, Hongchao memulai bisnisnya dengan membuka kios es serut bernama Mixue Ice Cream & Tea.
Begitu kecilnya modal Hongchao sampai dia harus merakit sendiri mesin untuk memproduksi es serutnya. Produk yang dijualnya juga masih terbatas yaitu cuma es serut, es krim dan smoothie. Barulah kemudian dia juga menawarkan teh susu di tokonya. Dari bisnisnya itu, Hongchao bisa mengantongi sekitar 100 Yuan atau 200.000 rupiah per harinya. Tetapi sesaat kemudian Hongchao terpaksa menutup tokonya. Bisnisnya nggak berkembang karena jualan es memang rentan terhadap pengaruh cuaca dan musim. Untungnya Hongchao tidak menyerah, dengan keberaniannya pada tahun 1999 ia kembali mendirikan toko es serut.
Namanya pun baru yaitu Mixue Bingcheng (MXBC). Dia gigih menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan yang muncul. Sampai akhirnya di tahun 2006 produknya bisa lebih diterima pasar dan tidak lagi tergantung pada musim. Tibalah kemudian Olimpiade Beijing di tahun 2008, ketika itu muncul dan beredar sejenis es krim buatan Jepang yang bentuknya seperti obor. Es krim itu cepat populernya. Begitu populernya ice cream cone tersebut sehingga harga ice cream jadi terdongkrak naik. Tadinya hanya sekitar satu atau dua Yuan kemudian bisa naik 5 atau 10 kali lipat.
Dari situlah Hongchao kemudian menemukan peluang bisnis. Dia kemudian mencoba membuat formula es krim yang harganya bisa lebih murah. Dan dia berhasil karena bisa membuat es krim seharga 2 Yuan saja atau setara 4000 rupiah. Padahal di toko lain harga es krim bisa sampai 10 Yuan atau Rp20.000.
Perbedaan harga itulah yang membuat produk Hongchao mampu bersaing dan digandrungi sehingga membuat bisnisnya berkembang dengan pesat. Apalagi ketika itu gerai Mixue di Hainan jumlahnya sudah lusinan. Karena setahun sebelumnya atau di tahun 2007, Hongchao telah membuka franchise Mixue. Setahun kemudian jumlah gerainya bertambah hingga mencapai 180 unit. Di tahun 2008 itulah Mixue Bingcheng resmi menjadi sebuah perusahaan.
Strategi Pertumbuhan Franchise Mixue
Mixue Bingcheng tumbuh menjadi merk bubble tea tunggal terlaris di China. Pendapatannya untuk setahun mencapai 6,5 miliar Yuan atau setara 13 triliun Rupiah. Penghasilannya pun terus meroket hingga mencapai 20 miliar Yuan atau 40 Triliun Rupiah pada awal tahun 2021 kemarin. Prestasi ini melampaui merek Bubble Tea Premium lainnya. Karena saat itu Hongchao telah ekspansi besar-besaran ke berbagai negara seperti Vietnam, Singapura, Malaysia, hingga ke Indonesia.
Wajar jika Hongchao jauh masuk ke Indonesia karena pengusaha mana yang nggak tergiur pasar Indonesia. Negeri ini merupakan pasar minuman Boba terbesar di Asia Tenggara. Nilai pasarnya diperkirakan mencapai 1,6 miliar USD atau sekitar 24 triliun Rupiah. Angka itu setara dengan 43,7% dari total nilai pasar Boba di Asia Tenggara. Pasar kedua adalah Thailand dengan nilai 749 juta US Dollar dan kemudian Vietnam dengan nilai 362 juta US Dollar.
Laporan Momentum Works menyebutkan sampai tahun 2021 Mixue sudah memiliki 21.582 gerai franchise Mixue yang tersebar di berbagai negara. Jumlah itu membuat Mixue tampil sebagai perusahaan dengan gerai terbanyak kelima di dunia, mengalahkan jumlah gerai Burger King dan Domino Pizza. Seorang tech antusias bernama Jason Alexander membuat riset berdasarkan data Google Maps per 27 Desember 2022. Jason mengatakan ada 692 cabang Mixue yang tersebar di seluruh Indonesia. Terbanyak di Jawa Barat dengan 189 gerai, kemudian Jawa Timur sebanyak 114 unit dan Jawa Tengah sebanyak 113 unit.
Apa yang membuat franchise Mixue bisa tersebar seperti itu? Mengapa bisa berkembang begitu cepat? Jawabannya ada pada strategi yang mereka miliki. Strategi paling utama adalah menyediakan ice cream dan minuman dengan harga Mixue yang murah. Cukup membayar Rp8.000 saja pembeli di Indonesia sudah bisa menikmati satu porsi ice cream cone ukuran besar.
Harga Mixue termahal cuma Rp16.000, sedangkan harga milk tea dibanderol mulai Rp10.000 sampai Rp22.000 tergantung varian dan toppingnya. Ada nggak sih produk pesaing yang lebih murah? Coba saja cek di toko sebelah, bukannya harga minuman dan ice cream pesaing Mixue itu rata-rata ya lebih dari Rp20.000. Harga Mixue yang murah yang mereka tetapkan ini karena perusahaan memang membidik kelas ekonomi menengah ke bawah sebagai pasarnya.
Survei Jakpat tahun 2021 mengungkapkan produk minuman kekinian sebetulnya lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelas atas atau sebanyak 46%. Selanjutnya baru kelas menengah 38% dan kelas bawah 33%. Ketika para pendahulunya fokus menyasar kelas menengah ke atas, Mixue justru membidik ceruk pasar yang tidak banyak dilirik yaitu masyarakat kelas bawah. Tapi murah saja tentu saja bukan jaminan produknya bakalan bisa laku kan.
Termasuk kalau menyasar masyarakat kelas bawah sekalipun. Maka kualitas produk tetap perlu diutamakan. Nah, dalam hal ini Mixue menjadikan es krim dan minumannya sebagai produk unggulan yang mampu menjadi daya tarik konsumen. Bagi mereka produk yang mentereng itu sangat penting. Dalam bisnis F&B, jenis produk yang dijual nggak banyak. Sehingga setiap produk harusnya punya differensiasi yang unik dan juga kreatif.
Rahasia dibalik Harga Mixue yang Murah
Pertanyaannya kemudian bagaimana Mixue bisa mematok harga yang sangat murah. Ternyata kuncinya terletak pada inovasi rantai pasok. Pada tahun 2012 Mixue Bingcheng membangun pabrik secara terpusat. Ini dilakukan untuk menguasai rantai pasok dan mencapai Swasembada. Lalu di tahun 2014 mereka mendirikan pusat logistik di kota Jiaozuo provinsi Henan.
Dari situlah semua materi dikirim secara gratis ke seluruh cabang. Mixue menjadi merek minuman pertama di China yang pengiriman logistiknya gratis. Jadi Mixue punya pusat pergudangan dan logistiknya sendiri, sehingga biaya inventory dan juga biaya penyimpanan bisa sangat-sangat ditekan.
Selain itu mereka juga membuka jalur pengadaan bahan baku, area produksi teh dan pabrik produksi bahan bakunya sendiri. Maka kita jadi bisa mengerti ya mengapa biaya bahan baku Mixue bisa lebih rendah 20% daripada kompetitornya. Lalu mereka berfokus pada pembangunan dalam jaringan waralaba Mixue yang cepat dan murah.
Di Indonesia, pemegang franchise Mixue Ice Cream and Tea adalah PT Zisheng Pacific Trading. Untuk para calon mitra kerjasama nggak ada persyaratan khusus. Bahkan sistem waralaba merk ini berbentuk usaha mandiri, dengan begitu maka tidak ada royalti maupun bagi hasil yang harus disetorkan. Para mitra boleh menikmati semua laba yang diperolehnya.
Meski begitu, tetap ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh calon mitra. Mereka wajib menyediakan tempat operasional meliputi luas bangunan minimal 25 meter persegi, lebar 3,8 meter, tinggi plafon 2,7 meter. Juga harus punya sumber air bersih, sanitasi yang baik dan daya listrik 33.000 watt. Agar interior gerai bisa sesuai standar, franchise Mixue juga menyediakan kontraktor untuk mendesain.
Berdasarkan surat yang diterbitkan PT Zisheng Pacific Trading Pada 31 Maret 2022, biaya franchise Mixue Ice Cream and Tea sekitar Rp808 juta atau 370.000 Yuan. Jumlah itu sudah termasuk keseluruhan investasi dari awal pembangunan gerai. Disamping itu Mixue juga memberikan potongan harga serta buku resep, menu, perlengkapan pembuatan produk, seragam karyawan, sampai dengan pendampingan dari manajemen.
Satu lagi fasilitas yang disediakan bagi para mitra franchise Mixue, yaitu Mixue Bingcheng memberikan dana pinjaman tanpa bunga kepada pewaralaba untuk menyelesaikan masalah keuangan ketika mereka membuka gerai barunya. Pinjaman yang ditawarkan jumlahnya sampai puluhan juta setiap tahun. Tentu ini adalah fasilitas yang memudahkan para mitra yang ingin membuka gerai franchise Mixue baru.
Fomo dan Skala Ekonomi
Strategi lain adalah strategi yang digunakan untuk menarik perhatian pelanggan. Dalam hal ini menerapkan strategi marketing Fear of Missing Out atau FOMO di masyarakat. Awalnya para pengguna media sosial, terlebih lagi mereka yang tergolong influencer membeli produk es krim Mixue, lalu mengulasnya di laman media sosial mereka. Itulah kondisi yang kemudian memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Mereka takut kehilangan moment dan tidak menjadi bagian dari sesuatu yang lagi ngetren. Dengan FOMO tak ayal maka Mixue jadi populer dan langsung ngetren. Bahkan pakar marketing Yuswohady mengatakan tren ini ibarat Fomo.
“Jadi orang makan dan beli Mixue bukan karena butuh, tapi Social Approval atau ikut-ikutan. Dan sekarang ini kenapa Fomo bisa demikian masif, karena ide seseorang begitu mudah tersebar melalui media sosial mereka.”
Dari sudut yang lain kita dapat melihat bahwa strategi franchise Mixue pada dasarnya mengandalkan volume penjualan dalam jumlah besar agar rantai pasoknya efisien. Pemrosesan bahan mentah dan pergudangan logistik bisa dikendalikan dengan mudah ketika gerainya banyak dan berkumpul di lokasi yang tidak berjauhan.
Dengan begitu mereka juga dapat memotong biaya perantara atau pihak ketiga. Cara itulah yang membuat franchise Mixue bisa menjaga struktur biaya sangat rendah dan keandalannya tinggi dalam hal produksi dan juga pengiriman. Dengan strategi itu pula Mixue jadi punya daya tawar tinggi terhadap berbagai vendor atau pemasok. Banyaknya pemegang franchise Mixue otomatis meningkatkan permintaan bahan baku.
Dengan itulah Mixue juga mampu mempertahankan kekuatan negosiasi yang tinggi untuk mendapatkan bahan baku yang lebih murah. Ongkos sewa gerai pun juga bisa jadi lebih murah, karena orang akan bersaing untuk bisa jadi mitra franchise Mixue. Orang yang menjual mahal lahannya ya pasti akan ditinggalkan, karena orang-orang akan memilih ruko atau gedung kosong yang saat ini jumlahnya sudah melimpah.
Tantangan Bisnis Mixue
Tantangan Masa Depan franchise Mixue Di tengah masifnya kemunculan gerai Mixue di banyak tempat, muncul pula tantangan-tantangan. Satu diantaranya adalah soal kehalalan Mixue yang dipertanyakan karena status halalnya tidak ditemukan di laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Juga tidak ditemukan di database produk halal yang telah di sertifikasi LPPOM Majelis Ulama Indonesia atau MUI.
Mixue mengaku memang belum memiliki sertifikat halal, namun mereka menegaskan tidak memiliki sertifikat halal bukan berarti tidak halal. Jadi apakah benar Mixue sudah mengurus sertifikat halal? Jawabannya sudah mengajukan dan dapat dipastikan sedang diurus semaksimal kami. Itulah jawaban mereka dibarengi penjelasan rinci proses sertifikasi halal yang sedang mereka tempuh. Tantangan lain seperti yang diungkapkan Yuswohady.
“Viral dan masifnya pembukaan gerai franchise Mixue di sejumlah daerah kemungkinan akan mengalami stagnasi. Alasannya karena es krim adalah jenis makanan yang memiliki sifat occasional dan dipengaruhi oleh tren yang sedang berlangsung di beberapa daerah.”
Hal ini berbeda dengan beberapa brand yang juga sukses membangun ekspansinya di berbagai negara, termasuk KFC dan McDonald’s. Menurutnya mereka bisa bertahan karena menu ayam yang disajikan telah menjadi makanan sehari-hari di Indonesia. Tapi kalau es krim Yuswohady menjelaskan: “Saya kira sifatnya orang makan es krim nggak mungkin tiap hari, mungkin seminggu sekali karena memang faktor tren. Jadi saya kok melihatnya tidak akan sustainable. Kemungkinan ada titik dimana nanti trennya akan surut. Dalam pandangan Yuswohady, viralnya Mixue hampir sama dengan tren Mie Gacoan.
Produk Gacoan dalam beberapa waktu belakangan banyak diminati masyarakat. Mereka juga rela antri untuk bisa menikmati aneka sajian mie. Akan tetapi karena Mixue termasuk jenis makanan yang tidak berkala, maka kemungkinan akan tiba waktunya mengalami titik jenuh. Tantangan lain diungkap Ziwen Chen yang menulis artikel berjudul Analysis on the Marketing Strategy of MXBC MilkTea.
Ia berkesimpulan model bisnis produsen Mixue yaitu Mixue Bingcheng atau MXBC memang akan memberi pendapatan besar, bersamaan dengan itu ada juga tantangannya. Dalam risetnya, Ziwen mengatakan bahwa model franchise Mixue adalah pedang bermata dua dan itu gampang terlihat. Penjelasannya begini, selama ini Mixue berusaha menjaga momentum keberhasilan bisnis yang telah dicapai. Tetapi pada saat yang sama, usaha itu akan merusak masa depan pertumbuhan perusahaan.
Strategi Bisnis Mixue
Bagi Mixue, tidak mudah mengelola pemegang franchise Mixue yang jumlahnya telah mencapai ratusan ribu di berbagai negara. Dengan jumlah negara yang terus bertambah itu, para mitra franchise Mixue akan mendapat laba kotor yang semakin rendah. Juga persaingan ketat di industri es krim dan teh membuat mereka jadi semakin sulit untuk mendapatkan keuntungan, atau bahkan untuk bisa sekedar bertahan.
Ziwen melanjutkan, secara keseluruhan strategi pemasaran franchise Mixue sejauh ini memang luar biasa dan sukses. Tapi tidak ada jaminan untuk di masa depan bahwa pertumbuhannya akan terus berlangsung. Gerai franchise Mixue dalam jumlah banyak juga akan membuat pasar jadi jenuh. Persaingan terjadi bukan hanya dengan kompetitor, tapi juga dengan sesama gerai Mixue. Penjualan Mixue suatu saat mungkin akan menurun. Orang-orang tidak lagi penasaran karena keberadaannya semakin mencolok di area publik. Mereka gampang mencarinya dan mendapatkan produknya, hingga kemudian akhirnya membuat pelanggan menjadi jenuh.
Tanya Jawab Seputar Franchise Mixue
Biaya franchise Mixue berapa?
Mengutip dari berbagai sumber, untuk memiliki franchise Mixue, Anda harus merogoh kocek kurang lebih Rp700 juta hingga Rp900 juta. Harga tersebut sudah mencakup biaya investasi dari awal pembukaan hingga kerja sama berlangsung, selama kedua pihak menyetujuinya. Mixue memiliki kontrak kerja selama 3 tahun.
Siapa pemilik Mixue?
Adapun Mixue ini pertama kali didirikan oleh Zhang pada tahun 1997, saat dia masih berstatus mahasiswa. Pada saat itu, Zhang Hongchao bekerja parttime di sebuah gerai minuman dingin yang menjajakan es serut. Sejak saat itu, dia pun kemudian memiliki ide untuk membuka usaha minuman dingin.
Kenapa Mixue viral?
Terkait viralnya Mixue tersebut berkaitan dengan banyaknya gerai Mixue di seluruh pelosok daerah. Orang banyak yang heran mengapa ada banyak sekali gerai Mixue di kotanya. Bahkan hampir setiap 2 km sudah gerai Mixue. Hal inilah yang membuat Mixue menjadi sangat viral di media sosial.
Mixue termasuk PT apa?
PT.Zhisheng Pacific Trading (Mixue Indonesia)
Dari mana asal Mixue?
Mixue Bingcheng (MXBC) atau juga disebut Mixue menawarkan minuman teh dan es krim segar bahkan juga menyediakan milkshake, bubble tea dan berbagai macam produk es krim dan teh lainnya perusahaan ini berasal dari cina sejak tahun 1997 di kota kecil di Zhengzhou.
Mixue Indonesia sejak kapan?
Mixue telah hadir di Indonesia sejak tahun 2020 dengan gerai pertamanya di Cihampelas Walk, Kota Bandung dan saat ini memiliki lebih dari ratusan gerai di seluruh Indonesia.
Penutup
Pada akhirnya, waktu-lah yang akan cerita tentang akhir kisah dari franchise Mixue. Apakah ia akan terus tumbuh atau justru kempes di tengah jalan. Hingga kini inovasi rantai pasok dan model bisnis yang Mixue terapkan terbukti berhasil membawanya pada sukses dan pertumbuhan yang eksponensial. Namun seperti kita tahu, setiap produk akan melalui kurva S nya. Kelak di saat Mixue sudah ada di puncak kurva, mampukah ia menciptakan kurva S berikutnya? Seperti yang dulu ia lakukan saat Olimpiade Beijing di tahun 2008. Jawaban dari pertanyaan itu akan mendidikte nasib Mixue di masa datang.