Zoho vs Salesforce

Zoho vs Salesforce : Takklukan Industri Tanpa Dukungan Investor!

Di tahun 2007 Sridhar Vembu seorang engineer asal India memutuskan untuk maju melawan Salesforce. Zoho vs Salesforce, sebuah pertarungan yang sangat tidak seimbang. Salesforce adalah perusahaan software berbasis cloud asal Amerika yang sangat sukses. Hebatnya, Vembu maju perang tanpa dukungan dana dari investor sepeserpun. Hasilnya? Zoho, perusahaan milik Vembu berhasil mencuri pelanggan Salesforce secara signifikan.

Bahkan membuka pasar baru yang lebih luas untuk layanan aplikasi bisnis berbasis cloud. Lebih dari itu, disaat salesforce mengalami kerugian Zoho justru untung besar, Zoho kini memiliki 16 kantor yang tersebar di seluruh dunia dengan lebih dari 70 juta pelanggan. Zoho vs Salesforce, Bagaimana Vembu mampu melakukan itu? Seperti apa strateginya? Dan apa rahasia suksesnya? Yuk kita simak jawabannya di artikel berikut ini.

Zoho vs Salesforce

Zoho vs Salesforce : The Rise of Zoho

Sridhar Vembu menyelesaikan gelar PhD di Princeton University dan bergabung dengan divisi pengembangan produk Qualcomm pada tahun 1994. Dua tahun kemudian, ia bekerjasama dengan Tony Thomas seorang ex-engineer AT&T Bell Labs bersama saudaranya Kumar dan Sekar dan dua teman lainnya untuk memulai AdventNet. Kantor mereka berada di Pleasanton yang berjarak satu jam perjalanan dari Silicon Valley. AdventNet awalnya berfokus pada mengembangkan dan menjual Network Management Tools ke perusahaan telekomunikasi.

Pada awal 2001, AdventNet memulai operasi resminya di Jepang karena saat itu pasar Jepang sedang booming-boomingnya. Namun sayang Dotcom Bubble pecah tidakk lama setelah itu. Sektor terkait seperti telekomunikasi mengalami guncangan yang keras yang mengarah pada kebangkrutan. Ketergantungan AdventNet terhadap industri telekomunikasi membuatnya jadi rentan dan para founder pun harus berfikir ulang tentang strategi bisnisnya.

Dalam rangka menghindari krisis serupa di masa depan, para founder memutuskan untuk membangun solusi perangkat lunak berkualitas tinggi untuk usaha kecil dan menengah dengan harga yang terjangkau. Data pada saat itu menunjukkan bahwa UKM menghabiskan sekitar 2-3 persen dari pendapatan mereka untuk investasi teknologi informasi. Dan AdventNet menginginkan bagian dari kue itu. AdventNet mulai berinvestasi dalam pengembangan perangkat lunak berbasis cloud dengan mengembangkan aplikasi pengolah kata. Yang kemudian berkembang mencakup email, spreadsheet, wiki, CRM dan lain sebagainya.

Pada tahun 2009, Sridhar dan para founder merasa bahwa nama AdventNet itu kurang keren, apalagi untuk perusahaan yang terlibat dalam memecahkan masalah bisnis untuk perusahaan kecil dan menengah. Mereka suka dengan nama SOHO yang merupakan singkatan dari Small Office Home Office. Soho.com akan menjadi nama yang ideal, tapi sayang nama domain itu sudah tidak lagi tersedia. Mereka akhirnya memutuskan untuk menggunakan Zoho.com.

Pada tahun 2014 basis pelanggan Zoho telah melampaui 10 juta pengguna, dimana 50% penggunanya berasal dari Amerika Serikat. Sementara 30% datang dari Inggris dan sisanya dari belahan dunia yang lain. Zoho dengan cepat mengembangkan beragam produk baru. Zoho meluncurkan rata-rata empat produk baru setiap tahunnya.

Zoho vs Salesforce

Zoho vs Salesforce : David VS Goliath

Pada awal 2007 Google meluncurkan G Suite, sebuah bundle aplikasi online untuk kantor yang berhadapan langsung dengan Zoho. Para founder sadar bahwa pertarungan langsung dengan raksasa mesin pencari Global di ruang aplikasi kolaborasi kantor bukanlah pertarungan yang mereka bisa menangkan. Oleh karena itu, Zoho memutuskan untuk Pivot, pindah ke layanan online untuk pengelolaan hubungan pelanggan atau CRM.

Zoho memilih untuk bertarung melawan Salesforce (Zoho vs Salesforce) yang sebenarnya tidak juga mudah karena saat itu Salesforce sudah jadi jawara industri layanan CRM berbasis cloud di dunia. Lalu apa strategi yang digunakan Zoho untuk memenangkan pertempuran Zoho vs Salesforce ini?

Zoho vs Salesforce

Strategi ZOHO melawan Salesforce

1. Harga yang menyesuaikan segmen

Pertama tentu saja harga. Salesforce didesain untuk digunakan oleh korporasi besar. Fitur dan harganya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan korporasi. Zoho menghadirkan solusi untuk perusahaan kelas kecil dan menengah dengan harga yang disesuaikan dengan kemampuan finansial mereka. Strategi Zoho vs Salesforce adalah terus membangun aplikasi online baru yang dapat digunakan secara gratis atau dibeli dalam skala besar dengan harga yang terjangkau.

2. Kampanye marketing yang kreatif

Pada pertengahan tahun 2010, Zoho memasang iklan Billboard di bandara dan di jalan-jalan utama di sekitar San Fransisco Bay Area dengan kata-kata

“CRM without the forced sale Finally”

CRM tanpa penjualan paksa,akhirnya.

Iklan menyentil yang menggunakan font yang mirip dengan logo Salesforce itu secara tidak langsung menargetkan pelanggan salesforce.com. Billboard lain berbunyi :

“Your Salesforce discount code: ZOHO”

Iklan itu dibuat ketika tim Zoho mengetahui bahwa Salesforce yang biasanya menagih pelanggannya lima kali lebih mahal dari Zoho, menawarkan diskon jika si pelanggan menyatakan bahwa mereka tengah mencoba produk Zoho. Ketika Salesforce mengalami kerugian pada tahun 2015, Zoho memasang iklan yang tampak seperti kartu Simpati raksasa dengan pesan : Salesforce yang terhormat, sorry for your losses. Turut menyesal atas kerugian anda.

Itu merupakan cara berani Zoho dalam membuat pernyataan besar bahwa meskipun bisnis Zoho untung, pesaing terbesarnya itu tidak menghasilkan uang. Dengan melakukan perbandingan langsung antara Zoho dengan Salesforce, maka Zoho menciptakan kesan bahwa Zoho vs Salesforce berada dalam satu level yang sama. Bedanya Zoho menawarkan harga yang lebih bersahabat. Singkatnya Zoho menunggangi brand positioning salesforce untuk mengangkat positioning dirinya di benak calon pelanggan. Nah, itu yang namanya cerdik.

3. Curi pelanggan dari kandangnya sendiri

Idenya sederhana, kalau dalam Zoho vs Salesforce Zoho bisa membuat pelanggan Salesforce berpindah ke Zoho maka itu akan menjadi bukti atas keunggulan Zoho atas Salesforce. Itu jelas menjadi proporsi nilai yang sangat tinggi bagi perusahaan kecil dan menengah yang masih menimbang-nimbang untuk menggunakan layanan Zoho. Pada tahun 2013 Zoho menyusupi event dreamforce By Salesforce, sebuah acara tahunan CRM yang diselenggarakan oleh salesforce. Zoho menyediakan becak dan truk makanan gratis dengan spanduk bertuliskan : Mari coba Zoho, Salesforce tidak perlu tahu. Itulah strategi Zoho dalam pertarungan Zoho vs Salesforce.

Secara efektif Zoho menarik ratusan penggemar teknologi dan pengguna produk Salesforce yang datang ke event itu untuk mencoba beragam produk Zoho. Zoho juga secara reguler menggunakan konvensi analis untuk membangun pengaruh diantara basis pengguna dan juga menggunakan Digital Marketing untuk membuat pengguna baru mencoba gratis produk-produk Zoho. Dan upaya tersebut membuahkan hasil hingga pada akhir tahun 2015 Zoho memiliki lebih dari 15 juta pengguna, dimana 10-15 % basis pengguna CRM nya berasal langsung dari Salesforce.

Zoho vs Salesforce

Zoho vs Salesforce : To Infinity and Beyond

Tidak seperti perusahaan perangkat lunak lain yang tumbuh besar dengan cara mengakuisisi perusahaan atau produk lain untuk melengkapi portfolio produk atau layanan yang sudah ada, Zoho corporation memilih untuk mengembangkan semua produk-produknya secara mandiri. Memang sih enggak mudah bagi Zoho untuk melakukan akuisisi, secara Zoho menjalankan bisnisnya dengan bootstrapping alias tidak menggunakan dana investor sama sekali.

Zoho bertumbuh secara organik dengan menginvestasikan kembali keuntungan yang diperoleh untuk pengembangan produk dan juga untuk pertumbuhan usaha. Namun dalam Zoho vs Salesforce, menurut saya alasannya lebih dari itu. Zoho sadar bahwa mengakuisisi produk lain untuk diintegrasikan ke dalam ekosistem Zoho, bukan hanya tidak mudah tetapi juga dikhawatirkan tidak bisa memberikan nilai yang optimal bagi para penggunanya. Dalam Zoho vs Salesforce, Zoho terinspirasi oleh Apple yang memiliki kontrol atas ekosistem yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak dan juga aplikasi.

Kontrol tersebut memungkinkan Apple untuk memberi nilai lebih pada pelanggannya dalam bentuk peningkatan kinerja. Zoho berpandangan bahwa perangkat lunak untuk bisnis juga membutuhkan seamless integration yang serupa. Maka pada tahun 2017 Zoho mengumumkan peluncuran Zoho One, platform terpadu yang menghubungkan lebih dari 35 aplikasi Zoho ke dalam satu penawaran. Setahun kemudian 12 ribu perusahaan menggunakan layanan Zoho One di seluruh dunia. Dan selang hanya beberapa bulan saja meningkat menjadi 20 ribu perusahaan. Hampir 35% dari seluruh basis pelanggan Zoho telah berlangganan Zoho One.

Zoho akhirnya dapat menyatukan semua aplikasinya menjadi platform operasi untuk bisnis dengan layanan pemasaran, dukungan pelanggan, akuntansi, SDM, produktivitas, kolaborasi, serta modul intelijen bisnis yang terintegrasi. Hingga saat ini Zoho Corporation tetap menjadi perusahaan swasta yang sangat menguntungkan di mana sahamnya sepenuhnya masih dipegang oleh para founder. Kantor pusat International Zoho berada di Chennai India. Didukung oleh 16 kantor yang tersebar di seluruh dunia.

Zoho kini memiliki lebih dari 70 juta pengguna di seluruh dunia dengan lebih dari 50 produk. Dengan 500 orang tim R&D yang kuat, Zoho mulai berinvestasi besar-besaran di berbagai bidang seperti teknologi semikonduktor, peralatan medis, dan juga bahasa pemrograman. Pada 2021 ini Zoho memperkerjakan lebih dari 10 ribu orang.

Zoho vs Salesforce

How Zoho Made it?

Ada lima hal yang membuat Zoho mampu bertumbuh secara fantastis di dalam industri yang tengah dikuasai oleh para raksasa teknologi.

  1. Komitmen kuat untuk membesarka bisnis

Zoho memiliki CEO sekaligus founder visioner yang memiliki komitmen kuat untuk membesarkan bisnisnya. Manajemen awal Zoho memilih untuk menginvestasikan kembali semua pendapatan mereka untuk pengembangan produk daripada membayar gaji mereka sendiri. Baru pada tahun 1998 ketika penjualan melampaui 1 juta US Dollar mereka mulai menerima gaji.

Pada tahun 2000, perusahaan kapitalis Ventura menawarkan dana segar sebesar 200 juta US Dollar. Dan walaupun para founder senang dengan penawaran tersebut, mereka memutuskan untuk tidak menandatangani terms itu. Kenapa? Karena didalamnya ada klausul yang mewajibkan Zoho untuk go public dalam waktu delapan tahun setelah penandatanganan perjanjian. Investor menginginkan exit untuk mencairkan keuntungan. Sementara para founder ingin terus membesarkan perusahaan.

  1. Fokus pada pasar yang tidak digarap oleh pemain lain

Kedua, dalam Zoho vs Salesforce Zoho fokus pada pasar yang tidak digarap oleh pemain lain dalam industri. Sementara pemain lain menggarap pasar korporasi yang berkantong tebal, Zoho memutuskan untuk menggarap pasar UKM. Zoho menemukan bahwa banyak pelaku UKM yang memerlukan dukungan layanan digital untuk menjalankan bisnisnya, namun mereka enggak bisa menjangkau harga dari solusi digital yang tersedia. Zoho juga menemukan bahwa kebutuhan atas layanan digital dari pelaku UKM ini bersifat generik, enggak spesifik perindustri. Nah itu dia, Zoho telah menemukan sebuah unmet need dari pasar UKM yang mana ia memiliki kemampuan untuk memenuhinya.

Zoho vs Salesforce

  1. Menerapkan Frugal Innovation

Yang ketiga Zoho menerapkan frugal Innovation, yaitu satu bentuk inovasi dimana kita memecah sebuah produk atau layanan menjadi komponen-komponen yang membentuknya. Kemudian fokus hanya menghadirkan komponen yang esensial saja. Dengan begitu produknya menjadi lebih sederhana dan biaya produksinya juga jadi lebih murah, sehingga harga jualnya pun juga menjadi lebih terjangkau. Fitur yang dihadirkan oleh Zoho enggak sebanyak dan enggak sekompleks yang dimiliki oleh pesaingnya yang menyasar pasar korporasi. Tapi itu cukup untuk memenuhi kebutuhan para pelaku UKM yang jadi sasarannya.

Yang menarik adalah walaupun aplikasi-aplikasi yang dimiliki Zoho mungkin bukan yang terbaik dalam kategorinya, namun mereka saling terkoneksi dengan baik membentuk sebuah application system yang bisa diandalkan.

  1. Men-sourcing kebutuhan programmer secara mandiri

Pada tahun 2005 zoho mendirikan Zoho University. Sebuah program 2 tahun yang 80% siswanya berasal dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bukan hanya biaya kuliah digratiskan, siswa di kampus ini bahkan mendapatkan gaji dari Zoho. Siswa menghadiri kuliah biasa di pagi hari dan belajar coding di sore hari. Pada tahun 2018, Zoho University telah meluluskan 745 siswa dimana 720 diantaranya kemudian bekerja di Zoho.

Program ini bukan hanya memberikan Zoho asupan programmer yang stabil dari waktu ke waktu namun juga pasukan programmer yang loyal dan sangat berdedikasi pada perusahaan. Selain itu kalau dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya di US, biaya gaji Coders binaan Zoho itu hanya separuhnya. Nah, hal itu membuat Zoho dapat beroperasi dengan biaya rendah. Sebuah penghematan yang dinikmati pelanggan berupa harga jual yang jauh lebih kompetitif.

  1. Berhasil menghilangkan pain point terbesar dari pelanggannya

Kelima, Zoho berhasil menghilangkan pain point terbesar dari pelanggannya. Yaitu mengoperasikan kumpulan aplikasi online yang tidak terhubung satu sama lain. Selain mendongkrak biaya operasional, aplikasi-aplikasi yang tidak terintegrasi itu menambah kompleksitas proses dan memberikan tambahan pekerjaan yang tidak perlu. Di tahun 2019, Deloitte menyebutkan bahwa mengurangi IT dan menyederhanakan arsitektur IT menjadi prioritas perusahaan untuk 12 bulan kedepan.

Zoho One menyelesaikan masalah itu dengan sangat baik. Data dan proses dipusatkan pada sebuah platform tunggal. Pengoperasian front office dan back office serta pengalaman pelanggan dan karyawan dibuat lebih sederhana. Platform Zoho juga lebih mudah digunakan, memungkinkan optimalisasi proses dan juga otomatisasi di seluruh aspek bisnis.

Zoho vs Salesforce

Penutup

Saya rasa pelajaran terbesar yang kita dapatkan dari Zoho vs Salesforce melalui kisah sukses Zoho ini adalah jangan terjebak pada mitos. Di dunia startup kita sering mendengar bahwa kalau mau tumbuh besar ya harus pakai dan investor. Vembu membuktikan sebaliknya, komitmen dan kecintaan para founder atas apa yang sedang mereka bangun memiliki kontribusi yang lebih besar atas keberhasilan sebuah perusahaan dibandingkan dengan guyuran dana juta dollar yang disediakan oleh investor.

Mitos yang kedua adalah pertumbuhan eksponensial hanya bisa terjadi dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan lain. Sekali lagi Vembu membuktikan sebaliknya, Zoho tidak mengakuisisi perusahaan atau produk manapun. Zoho mengembangkan semuanya secara internal. Jika anda mengenal pelanggan anda dengan sangat baik, maka siapa yang bisa menyelesaikan masalah mereka dan memberikan nilai yang paling tinggi pada mereka selain diri Anda?

Bagi saya pribadi, Vembu dan para founder Zoho dalam pertarungan Zoho vs Salesforce ini mengingatkan saya untuk tidak menempatkan hal-hal di luar diri saya sebagai faktor penentu keberhasilan saya. Tanpa sadar kita sering mengeluh, tidak ada pemodal, tidak ada dukungan pemerintah, tidak punya partner yang tepat, timingnya tidak pas, ekonominya lagi lesu dan masih banyak lagi. Vembu dan para founder Zoho mengingatkan kita bahwa semua yang kita butuhkan untuk sukses sudah tersedia didalam diri kita sendiri.

Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat ya!